Kamis, 26 April 2012

CAMELS


Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital (C),Asset Quality (A),  Management (M),  Earning (E),  Liability  atau  Liquidity (L), danSensitivity to Market Risk (S). Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penurunan tingkat kesehatan bank secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya
financial distress
yaitu keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan.
financial distress
pada bank apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar pada bank tersebut dengan hilangnya kepercayaan dari nasabah. Tingkat kesehatan bank merupakan salah satu faktor penting yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi perbankan dalam rangka mencapai tujuannya.

Taswan (2010:537) memberikan definisi tingkat kesehatan bank sebagai “hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, profitabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar”.

Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai keberhasilan perbankan dalam perekonomian Indonesia dan industri perbankan serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Pada masa krisis ekonomi global, bank-bank menengah dan kecil yang tidak menerima bantuan likuiditas dari pemerintah mengalami penurunan dana simpanan masyarakat. Menurunnya dana simpanan masyarakat membuat industri perbankan berusaha mempertahankan dana-dana yang mereka miliki untuk menjaga tingkat likuditas bank dengan cara memberikan tingkat suku bunga yang tinggi.

Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:
a. Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. Melalui rasio ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank (Abdullah, 2003:60).
b. Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif dan tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
Rasio Kualitas Aktiva Produktif merupakan rasio yang mengukur kemampuan kualitas aktiva produktif yang dimiliki bank untuk menutup aktiva produktif yang diklasifikasikan berupa kredit yang diberikan oleh bank. Rasio ini mengindikasikan bahwa semakin besar rasio ini menunjukkan semakin menurun kualitas aktiva produktif (Taswan, 2010:167).
Rasio pemenuhan PPAP merupakan rasio yang mengukur kepatuhan bank dalam membentuk PPAP untuk meminimalkan risiko akibat adanya aktiva produktif yang berpotensi menimbulkan kerugian (Taswan, 2010:167).
c. Manajemen (Management)
Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen dengan rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih denganOperating Income atau laba usaha.
d. Profitabilitas (Earnings)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen Return on Assets (ROA),Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional(BOPO).
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan dari total aktiva yang dimiliki (Dendawijaya, 2009:118).
ROE mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Dendawijaya, 2009:119)
Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167). Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif.
BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120). Semakin tingga rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank.
e. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen Loan to Deposit Ratio (LDR).
LDR menunjukkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2009:116).
f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian rasio sensitivitas terhadap risiko pasar didasarkan pada Interest Rate Risk Ratio (IRRR) yang proksi terhadap risiko pasar. IRRR menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan.

Penilaian CAMELS tidak hanya bersifat kuantitatif saja, namun juga mempertimbangkan aspek kualitatif dalam bentuk expert judgment- baik dari penilai dari bank yang bersangkutan maupuan dari pemeriksa di BI. Inilah perbedaan yang signifikan dari CAMELS dibandingkan CAMEL. Pada CAMEL, sebagian besar proses penilaian kesehatan bank menggunakan rumus-rumus matematika dan sistem scoring dari hasil penilaiaj untuk setiap parameter, yaitu dengan skala 0 sampai 100. Dan nilai akhir dari kesehatan bank pun akhirnya berupa angka yang selanjutnya menentukan klasifikasi kesehatan bank yaitu “Sehat”, “Cukup Sehat”, “Kurang Sehat” dan “Tidak Sehat”. Sedangkan pada versi CAMELS menggunakan matriks penilaian yang tidak hanya sekedar pendekatan kuantitatif saja. Hasil akhirnya pun adalah “Komposit 1″ yang identik “sangat baik” atau “sehat” sampai “Komposit 5″ yang bisa dikategorikan “buruk” atau “tidak sehat”.

Sumber :
http://fe.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=31&Itemid=20
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/05/28/cara-baru-menilai-kesehatan-bank/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar