Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi
kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan
dari Capital (C),Asset Quality (A), Management (M),
Earning (E), Liability atau Liquidity (L),
danSensitivity to Market Risk (S). Analisis CAMELS diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007
Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah.
Penurunan tingkat kesehatan bank secara
terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya
financial distress
yaitu keadaan yang sangat sulit bahkan dapat
dikatakan mendekati kebangkrutan.
financial distress
pada bank apabila tidak segera diselesaikan
akan berdampak besar pada bank tersebut dengan hilangnya kepercayaan dari
nasabah. Tingkat kesehatan bank merupakan salah satu faktor penting yang menunjukkan
efektifitas dan efisiensi perbankan dalam rangka mencapai tujuannya.
Taswan (2010:537) memberikan definisi tingkat kesehatan bank
sebagai “hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan,
kualitas aset, manajemen, profitabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap
risiko pasar”.
Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai
keberhasilan perbankan dalam perekonomian Indonesia dan industri perbankan
serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Pada masa krisis ekonomi global,
bank-bank menengah dan kecil yang tidak menerima bantuan likuiditas dari
pemerintah mengalami penurunan dana simpanan masyarakat. Menurunnya dana
simpanan masyarakat membuat industri perbankan berusaha mempertahankan
dana-dana yang mereka miliki untuk menjaga tingkat likuditas bank dengan cara
memberikan tingkat suku bunga yang tinggi.
Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:
a. Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor
permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap kecukupan pemenuhan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. Melalui rasio
ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang
disalurkan dengan sejumlah modal bank (Abdullah, 2003:60).
b. Kualitas Aset
(Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif dan tingkat
kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
Rasio Kualitas Aktiva Produktif merupakan rasio yang mengukur
kemampuan kualitas aktiva produktif yang dimiliki bank untuk menutup aktiva
produktif yang diklasifikasikan berupa kredit yang diberikan oleh bank. Rasio
ini mengindikasikan bahwa semakin besar rasio ini menunjukkan semakin menurun
kualitas aktiva produktif (Taswan, 2010:167).
Rasio pemenuhan PPAP merupakan rasio yang mengukur kepatuhan
bank dalam membentuk PPAP untuk meminimalkan risiko akibat adanya aktiva
produktif yang berpotensi menimbulkan kerugian (Taswan, 2010:167).
c. Manajemen (Management)
Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan
bank dari aspek manajemen dengan rasio Net Profit Margin (NPM),
alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen
umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan
bermuara pada perolehan laba. Net Profit Margin dihitung
dengan membagi Net Income atau laba bersih denganOperating
Income atau laba usaha.
d. Profitabilitas
(Earnings)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor
profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen Return on Assets (ROA),Return on
Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net
Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan
Pendapatan Operasional(BOPO).
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh laba secara keseluruhan dari total aktiva yang dimiliki
(Dendawijaya, 2009:118).
ROE mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba
dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi
kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan
tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Dendawijaya, 2009:119)
Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan
bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167). Bank
syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka
dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasio Net
Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih
terhadap rata-rata aktiva produktif.
BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank
dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120). Semakin tingga
rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank.
e. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor
likuiditas bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen Loan to
Deposit Ratio (LDR).
LDR menunjukkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar
kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang
diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2009:116).
f. Sensitivitas
terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian rasio sensitivitas terhadap risiko pasar didasarkan
pada Interest Rate Risk Ratio (IRRR) yang proksi terhadap
risiko pasar. IRRR menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya
bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan.
Penilaian CAMELS tidak hanya bersifat kuantitatif saja,
namun juga mempertimbangkan aspek kualitatif dalam bentuk expert judgment- baik dari
penilai dari bank yang bersangkutan maupuan dari pemeriksa di BI. Inilah
perbedaan yang signifikan dari CAMELS dibandingkan CAMEL. Pada CAMEL, sebagian
besar proses penilaian kesehatan bank menggunakan rumus-rumus matematika dan
sistem scoring dari hasil penilaiaj untuk setiap
parameter, yaitu dengan skala 0 sampai 100. Dan nilai akhir dari kesehatan bank
pun akhirnya berupa angka yang selanjutnya menentukan klasifikasi kesehatan
bank yaitu “Sehat”, “Cukup Sehat”, “Kurang Sehat” dan “Tidak Sehat”. Sedangkan
pada versi CAMELS menggunakan matriks penilaian yang tidak hanya sekedar
pendekatan kuantitatif saja. Hasil akhirnya pun adalah “Komposit 1″ yang
identik “sangat baik” atau “sehat” sampai “Komposit 5″ yang bisa dikategorikan
“buruk” atau “tidak sehat”.
Sumber
:
http://fe.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=31&Itemid=20
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/05/28/cara-baru-menilai-kesehatan-bank/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar