Kapal milik PT Samudra Indonesia, Sinar Kudus, dibajak 50 perompak Somalia sejak 16 Maret 2011. Kapal itu dihadang di sekitar 320 mil timur laut Pulau Socotra. Kapal Indonesia itu kemudian digunakan para pembajak untuk menyerang kapal Liberia. Namun aksi bajak laut itu gagal setelah terjadi adu tembak dengan petugas keamanan.
Akhirnya, seperti lazimnya perompak, mereka meminta tebusan. Terakhir, para perompak meminta tebusan US$3,5 juta. Naik dari permintaan sebelumnya yang hanya US$2,5 juta. Alasannya karena pemerintah Indonesia telat merespon.
Keuntungan para perompak
Keuntungan perompak dari kegiatan merampok sangat fantastis. Mereka mendapat uang tebusan sebesar USS$58 juta pada tahun 2009. Di tahun 2010, pendapat perompak dari uang tebusan diperkirakan mencapai US$238 juta. Sementara kerugian yang harus ditanggung korban perompakan, mencapai US$7-12 miliar dolar per tahun.
Dari keuntungan itu, para perompak kemudian membelikan senjata dan kapal cepat. Senjata yang mereka miliki diduga didatangkan dari Yaman. Dan sebagian lainnya didatangkan dari Mogadishu, ibu kota Somalia. Senjata-senjata itu adalah AK47, pelontar granat RPG-7, granat tangan dan pistol otomatis.
Pemicu terjadinya perompakan
Kemiskinan adalah salah satu pemicu perompakan. Pendapatan perkapita penduduk Somalia hanya US$600 setahun. Ini membuatnya menjadi negara termiskin dunia. Sedang penghasilan harian 73 persen penduduk Somalia juga kurang dari US$2.
Itulah kenapa banyak yang ingin ikut merompak. Banyak dari perompak berusia 20 sampai 35 tahun. Mereka kebanyakan datang dari Puntland, di sebelah tenggara Somalia. The East African Seafares Association memperkirakan terdapat lima kelompok dengan kekuatan 1000 orang bersenjata.
Alasan lainnya yang menyebabkan semakin banyaknya para perompak Somalia adalah bahwa 70 persen masyarakat pesisir lokal sangat mendukung pembajakan sebagai bentuk pertahanan teritorial nasional perairan negara tersebut. Selebihnya adalah alasan bahwa bajak laut percaya jika tindakan mereka merupakan bagian dari melindungi perairan mereka sekaligus upaya menuntut keadilan dan kompensasi atas sumber daya laut yang dicuri.
Beberapa bajak laut juga menyatakan bahwa dalam ketiadaan keamanan yang efektif dari negara untuk menjaga pantai setelah pecahnya Perang saudara Somalia dan ditambah lagi dengan adanya disintegrasi dari Angkatan Bersenjata , mereka akhirnya memilih menjadi bajak laut untuk melindungi perairan mereka. Kepercayaan ini juga tercermin dalam nama-nama yang diambil oleh beberapa jaringan bajak laut, seperti Relawan Nasional Coast Guard (NVCG).
Sumber :
http://vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar